Ujung Jalan

Akhir perjalanan adalah maut. Dunia adalah kendaraan seorang mukmin, yang dengannya dia berangkat menuju Tuhanya. Maka perbaikilah kendaraan kalian, niscaya ia akan membawa kepada Tuhan kalian.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rumah di atas laut

Senja di Perkampungan Suku Laut. Usiaku memasuki rembang petang digerogoti oleh zaman, mentari sebentar lagi kan tenggelam berganti dengan malam.

KEANGKUHAN

Ketegaranku untuk mempertahankan kokohnya pendirian. Aku berdiri tegak ditopang dengan dengan kekuatan yang maha dahsyat.

KINCIR ANGIN

Tak pernah lelah aku selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kadang aku berada diatas kadang di bawah selalu berganti. Aku bekerja siang dan malam.

Tes Paragraf

Showing posts with label Artikel Umum. Show all posts
Showing posts with label Artikel Umum. Show all posts

Friday, December 21, 2018

TURKISTAN, Negeri Muslim Yang Hilang dan Derita Muslim Uyghur

Republik Turkestan Timur Pertama (RTTP), atau Republik Islam Turki Turkestan Timur adalah republik islam yang didirikan pada tahun 1933. Deklarasi Turkistan Timur (12 November 1933) di Kasghar, diperkirakan dihadiri oleh 25,000 orang dan 12,000 diantaranya adalah angkatan bersenjata muslim. Negara ini dipusatkan di kota Kasghar yang kini dikelola Daerah Otonom Uighur Xinjiang. Meskipun negara ini adalah program gerakan kemerdekaan dari Uighur, penduduk yang hidup di sana, RTT adalah wilayah yang didominasi etnis Turki, termasuk Kirgiz, dan lainnya Turki dalam pemerintahan dan penduduknya.
Republik Turkestan Timur Pertama dihapuskan dengan penghapusan Kasghar pada tahun 1934 oleh kepala suku Hui  yang secara teoretis bersekutu dengan pemerintah Kuomintang   di Nanjing. Namun, tinggalannya menjadi aspirasi pembentukan Republik Turkestan Timur Kedua satu dekade kemudian, dan terus mempengaruhi pendukung nasionalis Uyghur modern untuk mendirikan sebuah negara Turkistan Timur merdeka. Isa Alptekin adalah sekjen untuk Republik Turkestan Timur Pertama.
Banyak orang tak mengenal negeri Turkistan. Tetapi bagi umat Islam, tak kenal dengan salah satu negeri Islam yang kemasyhurannya hampir menyamai Andalusia, sangatlah aib.
Bukankah nama-nama ilmuwan kita berasal dari sana? Al-Bukhari, Al-Biruni, Al-Farabi, Abu Ali Ibnu Sina, dan sejumlah tokoh lainnya yang sampai kini merupakan tokoh-tokoh paling tak terlupakan umat Islam, berasal dari negeri tersebut.
Turkistan terletak di Asia Tengah dengan penduduk mayoritas keturunan Turki, merupakan salah satu benteng kebudayaan dan peradaban Islam.
Pada abad ke-16 sampai abad ke-18, bangsa Cina dan Rusia mulai mengerlingkan nafsu angkaranya ke Turkistan dan mulai berfikir tentang kemungkinan untuk melakukan ekspansi pencaplokan wilayah teritorial.
Cina mulai bergerak menaklukkan Turkistan Timur dan kemudian merubah namanya menjadi Xinjiang, sementara Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia.
Atas aksi ekspansionis tersebut, Turkistan negeri Islam tersebut kini benar-benar telah raib (musnah) dari peta dunia. Penjajah Komunis Rusia dan Cina telah memecah-belahnya menjadi negara-negara boneka yang kini termasuk bagian dari Republik Sosialis Unisoviet dan Republik Rakyat Cina, dua komunis terbesar di dunia.
1. Turkistan Barat
Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia. Dengan berbagai alasan politik, Soviet menghapuskan nama Turkistan dari peta dunia dan memancangkan nama Republik Soviet Uzbekistan, Republik Soviet Turkmenistan, Republik Soviet Tadzhikistan, Republik Soviet Kazakestan, dan Republik Soviet Kirgistan.
Mereka akhirnya menjadi 5 negara kecil-kecil bernama Uzbekistan, Kazakstan, Turkmenistan, Kirzigistan dan Tazikistan.
Tidak itu saja, pada tahun 1928 Rusia membuat suatu tim untuk merubah Bahasa Turki dan Huruf Arab di 5 negara itu menjadi bahasa Latin dan kemudian diubah menjadi Bahasa Rusia.
Namun kelima negara yang berhasil merdeka itu masih bisa melakukan kegiatan keagamaan Islam dengan bebas dibanding Turkistan timur yang dikuasai Cina.
2. Turkistan Timur
Komunis Cina telah mengadakan penghancuran total di Turkistan Timur. Sering kita mendengar Cina melarang muslim xinjiang berpuasa, melarang shalat berjamaah terbuka, melarang kegiatan tabligh akbar, menangkap mahasiswa muslim yang kuliah di timur tengah dan sebagainya.
Agama Islam, umatnya, kebudayaan dan sejarahnya hendak dibumi-hanguskan dengan segala kekejaman yang kelewat batas. Cina sudah melanggar hak-hak beribadah agama muslim Turkistan timur.
Senyap tapi pasti, Cina menjalankan operasi militer yang sistematis untuk membersihkan 15 juta etnis uyghur Muslim di Xinjiang. Wilayah tersebut sebetulnya adalah Turkistan Timur hingga Cina mulai menduduki dan menjajah area tersebut di tahun 1949.


Lebih lanjut lagi, Cina tidak melakukan menghilangkan jejak kekerasan mereka di kehidupan Muslim Uyghur sebelumnya. Hal ini seperti mimpi buruk yang kembali muncul, menampilkan genosida yang dilakukan di abad sebelumnya. Memori itu sengaja dihidupkan kembali di internet dan media, hari-hari terkelam negara Komunis. Sebuah periode “revolusi kultur”, ketika orang-orang dan daerah-daerah agamis dihapuskan dari negara tersebut.
Akan tetapi, selama tahun 1970 hingga 1980, Cina semakin terbuka dan melunakkan sikapnya terhadap minoritas baik etnis maupun agama. Namun di balik itu, minoritas tetap terjepit dari sisi ekonomi, politik dan keagamaan mereka.
Muslim Uyghur mencoba menyerukan kembali kemerdekaan mereka, karena memang status mereka sebagai negara berdaulat Republik Turkistan Timur, Meski negara tersebut hanya sesaat di tahun 1940 sebelum ada campur tangan Cina. Mengetahui hal itu, Cina yang takut akan berkembangnya gerakan separatis di perbatasan barat, mulai melakukan tindakan keras terhadap Xinjian di akhir 1990-an.
Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan “berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar.”
Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam.
Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga mencakup larangan shalat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara. Di bidang tenaga kerja bisnis dan pemerintahan, orang-orang Muslim sering dihambat dari jabatan yang tinggi.
Kekerasan yang dilakukan oleh Cina semakin menjadi-jadi ketika AS mendeklarasikan “perang terhadap terorisme” di tahun 2001. Cina menggunakan kesempatan itu untuk menggambarkan Muslim Uyghur sebagai bagian dari kebangkitan jihadis global, sampai-sampai mereka mengaitkan mimpi nasionalisme Uyghur dengan tujuan kelompok teror Al-Qaeda.
Dalam pelaksanaannya, Cina bertaruh bahwa mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau terhadap muslim uyghur selama mereka bisa mengelabui Barat untuk percaya bahwa Uyghur adalah bagian dari Islam Radikal.
Tetapi operasi militer Cina telah melampaui batas hingga menjadi pembunuhan masal. Kasus di Cina bisa jadi adalah terbesar di dunia yang disponsori oleh negara.
Cina telah melarang syiar Islam dalam bentuk apapun di Turkistan Timur, memaksa Muslim Uyghur untuk mengumumkan kemurtadan mereka di muka umum dan bersumpah setia terhadap negara komunis. Baru-baru ini saya mem-post video twitter bahwa otoritas Cina mengabarkan pada kelompok Muslim Uyghur bahwa mereka sekarang dilarang untuk menyalami satu sama lain dengan salam Islam, “Assalaamu’alaikum”.
Tulisan Islam juga dilarang, termasuk Qur’an. Jenggot yang terlihat “tidak normal” atau “terlalu muslim” juga dilarang. Tahun lalu, Cina mempublikasikan dokumen berjudul “Aturan penamaan bagi etnis minoritas” yang melarang nama yang diasosiasikan dengan Islam, termasuk Medina, Islam, Imam, Hajj, dan lainnya.
“Dengan membatasi penamaan Uyghur, Pemerintah Cina sebenarnya telah melakukan persekusi politik dengan bahasa lain,” kata Dilxat Raxit, juru bicara kelompok World Uyghur Congress terhadap Radio Free Asia. “Mereka takut orang-orang dengan nama tersebut akan menjadi asing dari aturan-aturan Cina di area tersebut.”
Hal-hal ini adalah contoh dari bagian dari kebijakan restriktif dan diskriminatif yang dipaksakan terhadap mereka yang tinggal di area tersebut. Muslim Uyghur sekarang harus memiliki alat pelacak terinstall di mobil dan telepon genggam mereka.
Penamaan bayi, jenggot, dan alat pelacak hanyalah puncak gunug es dari seluruh masalah yang dihadapi oleh Muslim Uyghur, jika dibandingkan dengan operasi militer Cina yang brutal. Penyiksaan, pemenjaraan, hukuman bunuh oleh negara dan penculikan telah menjadi realitas baru di area Xinjiang.
Menurut laporan dari pengamat HAM, Cina telah memerintahkan pejabatnya di Xinjiang untuk mengirimkan hampir setengah populasinya untuk menjalani “kamp edukasi ulang”, yang sebenarnya berisi kerja paksa dan kamp indoktrinasi, hal yang sudah lama ini diasosiasikan dengan Korea Utara.
“Kami menarget orang-orang agamis contohnya, mereka yang memanjangkan jenggot meskipun masih muda,” salah satu pejabat cina mengakui dalam laporan tersebut.
Ketika aku berbicara dengan Abdugheni  Thabit, jurnalis muslim uyghur yang sekarang tinggal di Belanda, dia mengatakan padaku bahwa saat ini terdapat satu juta orang uyghur yang berada di “kamp penjara”. Steven Zhang, Muslim Hui yang saat ini tinggal di Houston, Texas, dan juga orang yang menuntut pemerintah Cina atas pembunuhan istrinya yang muslim Uyghur, mengatakan bahwa penggambaran Thabit sangat konservatif. Menurutnya, “Dalam lima tahun terakhir setidaknya 5 juta Uyghur telah ditahan atau menghilang secara tiba-tiba.”
Penculikan juga telah menjadi tren yang mengkhawatirkan dan menonjol dalam dua tahun ini. menurut Chinese Human Rights Defenders, aparat keamanan Cina telah menculik setidaknya 26 jurnalis, penulis, blogger dan aktifis HAM.
“Korban seringkali diculik dengan kekerasan, menolak hak mereka terhadap hukum dan kontak dengan keluarga serta pengacara. Mereka juga memiliki resiko tinggi untuk menghadapi siksaan selama masa penahanan,” menurut hasil pengamatan Asosiasi Uyghur Amerika.
Semua yang terjadi tersebut keluar dari pandangan komunitas Internasional, utamanya karena kontrol Cina yang kuat terhadap Internet dan media sosial. Thabit mengatakan padaku bahwa ia belum mendapatkan kabar sama sekali dari keluarga muslim uyghur di Turkistan Timur sejak tahun 2009, karena Cina mengontrol seluruh bentuk komunikasi yang keluar dari area tersebut. Yang dia tahu adalah bahwa mereka masih hidup di tahun 2014, ketika adiknya yang hidup di washington DC berkunjung. Sekali lagi, mirip dengan Korea Utara.
Situasi di Xinjiang telah menjadi lebih buruk, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh US Congressional Executive Commission on China (CECC) di awal bulan ini.
“Warga sipil ditahan tanpa alasan, kamp ‘edukasi politis’ menjamur, dan pengawasan masal menginvasi seluruh aspek dari kehidupan sehari-hari. Pelanggaran terhadap HAM ini sangat berbahaya dan beresiko sebagai katalis dari radikalisasi,” kata presiden CECC Sen. Marco Rubio (R-FL).
Menurut Human Rights Watch, suku Uighur khususnya, dipantau secara sangat ketat. Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA. Dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap 'sensitif'. Dan hingga satu juta orang telah ditahan.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin dan diarahkan untuk mengecam, bahkan meninggalkan keyakinan iman mereka.
Penderitaan tambahan bagi Muslim Uyghur adalah tidak adanya teman di manapun di sistem internasional. Sekutu tradisional Turki dan Pakistan telah terbawa dalam pusaran pengaruh ekonomi Cina, sementara negara-negara kaya Arab terlalu sibuk dengan Iran, Qatar, atau keduanya.
Jika sejarah adalah petunjuk, dan jika penderitaan Muslim Uyghur tidak kunjung terdengar oleh komunitas Internasional, maka kita bisa pastikan bahwa saat di mana program re-edukasi dan asimilasi Cina gagal, maka pemusnahan masal pasti akan mengikutinya.

Sumber:
https://alimancenter.com/artikel/berita/sejarah/turkistan-timur-negeri-islam-yang-hilang-dan-perlu-merdeka/

Thursday, December 20, 2018

TURKISTAN, Negeri Muslim Yang Dicaplok China: Pelajaran Untuk Indonesia

Media Bangsaku - Bus terakhir mulai berjalan membawa para mahasiswa menuju kampus. Aku duduk santai di kursi paling depan, memangku sebuah ransel coklat kesayangan.

Tetiba saja aku merasa ada yang kurang, ooh aku sadar ternyata aku lupa membawa tugas kampus yang sudah ku tulis tadi malam hingga jam dua subuh. Aku segera meminta supir untuk memberhentikan bus dan membuka pintu.

Aku turun lalu kembali menuju asrama. Setelah mengambil tugas, aku langsung turun mencari tumpangan.

Aku berdiri di depan asrama berharap ada yang berbaik hati memberikan tumpangan gratis ke kampus.

Alhamdulillah Allah kabulkan. Sebuah mobil yang aku tak ingat apa mereknya, yang ku tahu mobil itu masih baru dan berbentuk mirip seperti Honda CRV, berhenti di hadapanku.

"Mau kemana? Ayo ikut." Ajaknya ramah, dengan Bahasa Arab.

"Mau ke Jamiah?." Tanya ku balik.

"Iya, ayo! Naik cepat."

Aku langsung naik. Aku duduk disisi kanannya.

Dia mulai menginjak pedal, lalu mobil pun melaju.

"Apa kabar akhi? Sehat?" Tanya pria berwajah Turki itu.

"Alhamdulillah sehat. Anta apa kabar?"

"Sehat alhamdulillah, oya dari Indonesia atau Malaysia?".

Mobil mulai memasuki jalan raya. Kaca mobil sedikit terbuka. Angin musim dingin masuk menyentuh wajah. Hari ini tidak terlalu dingin, sekitar 20°C.

Sepertinya musim dingin sudah hampir selesai.

"Dari Indonesia. Anta dari mana?"

"Ana dari Turkistan, tau Turkistan? Turkistan itu dibawah Ch*na." Jelasnya.

"Ooh iya. Masih Asia berarti ya. Gimana kehidupan di Turkistan?" Tanyaku.

"Akhi, kehidupan kami jadi begitu porak-poranda semenjak Ch*a masuk ke negara kami. Sekarang saja passport ana tertulis Ch*a."

"Apa?? Kok bisa? Bukannya Turkistan negara sendiri?? Kok bisa pasportnya C*in*?" Tanyaku heran. Dia menarik nafas panjang seakan ada beban berat yang dia pikul.

"Ana sudah 9 tahun tidak pulang ke Turkistan." Keluhnya

"Loh?? Kok bisa??"

"Begini akhi, sekitar 60 tahun yang lalu, mereka orang-orang Ch*na datang baik-baik ke negara kami, bekerja, melancong, dll.

Dengan berjalannya waktu, pemerintahan kami lalai dan menganggap keberadaan mereka biasa saja.

Padahal pergerakan mereka masif, diam tapi pasti, targetnya panjang. Lalu jumlah mereka semakin banyak, banyak yang sudah mengambil warga negara Turkistan.

Pemerintahan kami tetap tidak sadar. Dan akhirnya mereka (Ch*na) melakukan kudeta. Presiden kami mereka bunuh.

Pemerintahan jatuh ke tangan mereka. Pada saat kudeta itu, ratusan ribu pribumi pindah ke bermacam negara lain. Karena kekejaman kekuasaan Ch*na. Dulu mereka hanyalah tukang sapu, sekarang kami yang mereka sapu." Jelasnya panjang.

"Lalu bagaimana kehidupan disana?" Tanyaku balik.

"Disana semuanya serba ketat akhi. Kenapa ana sudah 9 tahun tidak balik ke Turkistan?! Karena mereka melarang siapapun pergi belajar ke negara Islam.

Ketika pembuatan pasport mereka mensyaratkan tidak boleh pergi ke Negara Islam, seperti Saudi dan Turki. Akhirnya ana bilang bahwa ana mau kuliah ke Jepang, dari Jepang ana ke Saudi. Mereka berikan izin.

Nah, jika kembali ke Turkistan, lalu mereka lihat di passport tertulis negara Islam. Ana akan dipenjara kurang lebih 10 tahun.

Di Turkistan sekarang ini, setiap hari orang-orang Ch*na berdatangan ke Turkistan, ribuan orang. Mereka diberikan tempat tinggal, diberi pekerjaan dan fasilitas. Sedangkan orang orang pribumi, dikekang bahkan diusir." Terangnya dengan raut muka yang begitu sedih.

Mobil kami masih melaju di jalan raya, dengan kecepatan 90-100 km/jam. Sudah setengah jarak yang kami lewati untuk sampai ke kampus.

"Jadi gimana kehidupan muslim disana?" Tanyaku penasaran.

"Sholat dilarang, azan dilarang. Jilbab kalau warna hitam akan dirobek ditempat. Jenggot dilarang.

Setiap beberapa meter ada pemeriksaan. Handphone diperiksa, jika ada tulisan Allah atau ayat Quran maka bisa ditangkap dan dipenjara. Tidak boleh mengucapkan kata jihad. Kalau bertamu harus melapor dulu. Kalau tidak melapor tuan rumah bisa dipenjara 10 tahun. Beli pisau agak besar dilarang." Sesalnya.

Sepertinya banyak hal yang susah dia ungkapkan. "Selama 9 tahun kalau liburan ana pergi ke turki, istri orang turki." Lanjutnya.

Aku bisa bayangkan bagaiman kehidupan mereka. Berat, terkekang, terjajah.

"Ya Allah! Jaga negaraku tercinta. Jaga Indonesia. Dan biladal muslimin." Doaku dalam hati.

"Sekarang di Indonesia, mereka (Ch*n*), semakin banyak saat ini. Masuk di perekonomian. Bahkan sudah masuk pemerintahan."

Curhatku, aku mulai khawatir dengan keadaan negaraku saat ini. Mobil kami sudah hampir tiba di kampus.

"Wah.. akhi! Jangan sampai kalian tertidur atau lalai sedikitpun. Jangan sampai pemerintah kalian menganggap enteng hal ini. Keberadaan mereka merusak sekali. Mereka seperti tak punya keprimanusiaan. Egois." Tegasnya. Mobil kami tiba di kampus.

Dan akhirnya aku mengucapkan terima kasih atas tumpangannya. Sebelum turun dia bertanya.

"Akhi! Mau jadi orang kaya?" Senyum merekah di wajahnya.

"Semua kita mau kaya." Jawabku

"Kalau begitu, jual kucing-kucing yang ada di negaramu ke Turkistan. Sebab kucing-kucing di sana harganya sangat mahal. Karena jumlahnya sudah sangat sangat sedikit. Sudah habis dimakan orang Ch*na (non muslim tentunya)."

Semoga Allah jaga tanah air tercinta. Aamiin ya robbal'alamin.

Sumber: Media Bangsaku.com
 

Sunday, November 25, 2018

Menelusuri Makna Guru


Hasil gambar untuk selamat hari guruGuru berasal dari kata digugu dan ditiru, Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Sebagai guru harus ditiru, artinya seorang guru harus menjadi suri tauladan (panutan) bagi semua muridnya. Kepada sosok seperti ini, kita sandarkan kepercayaan penuh sekaligus sumber dan inspirasi keteladanan dalam mendidik anak-anak bangsa. 

Ada banyak indikator untuk menempatkan guru sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru. Tergantung cara pandang kita tentang guru. Namun, setidaknya kita dapat melihat guru dari dua indikator, yaitu kompetensi dan sikap. Seharusnya, guru dapat digugu karena kompetensinya. Guru dapat ditiru karena sikapnya. Guru tidak hanya menjalankan tugas mengajar di depan kelas. Tapi guru dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan dan kecerdasan siswa secara komprehensif, baik intelektual, emosional, dan spiritual. Bahkan guru kini, dianggap menjadi sosok sentral dalam membentuk karakter siswa.
“Membangun suatu bangsa diawali dari dalam kelas oleh karena itu tanamkan kejujuran dan disiplin kepada anak didikmu” kata seorang Profesor dalam sebuah seminar. Baik buruknya suatu bangsa tidak bisa terlepas dari peran guru di sekolah. Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sekaligus pendidikan akhlak terhadap murid-muridnya. Ia mengajari cara membaca, berhitung, berpikir, dan sebagainya. Guru juga mengajarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai akhlak yang tinggi kepada murid-muridnya. Ia tidak hanya memberikan pengetahuan saat di sekolah, tetapi juga memberikan bimbingan saat dibutuhkan di luar sekolah.
Pada kenyataan ini, siapapun yang menjalankan profesi sebagai guru harus memiliki kepekaan terhadap berbagai realitas dan dinamika kehidupan. Guru tidak hanya dituntut agar mampu melakukan transformasi ilmu dan pengetahuan kepada siswa semata. Tapi guru juga harus memiliki tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk membangun karakter dan kemampuan literasi siswa.
Guru dituntut mengajarkan kebaikan-kebaikan yang mungkin tidak didapatkan seorang anak dari orang tuanya di rumah. Tanpa pendidikan dan bimbingannya, bisa jadi kita tidak akan mengetahui segala yang nyata maupun yang tersembunyi di alam raya ini. Tanpa bimbingannya pula, bisa jadi kita tidak dapat membedakan mana yang benar maupun yang salah, mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang. Jasa seorang guru dalam mendidik dan mencerdaskan murid-muridnya tidaklah dapat diukur dengan materi. Berkat jasa gurulah, kita menjadi terpelajar, menjadi orang yang berilmu sehingga dapat membedakan mana hal yang baik dan buruk.
Indikator guru layak digugu adalah kompetensi guru. Guru yang kompeten. Guru yang memiliki kompetensi dalam memahami problematika pembelajaran. Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai “ahli” pada disiplin ilmu tertentu. Belajar adalah proses agar siswa dapat menemukan potensi dan jati dirinya terhadap disiplin ilmu. Dengan belajar, siswa seharusnya mendapat ruang yang lebh besar untuk menambah “pengalaman”. Siswa lebih membutuhkan ‘pengalaman” dalam belajar, bukan “pengetahuan”.
Dalam konteks inilah, guru harus memiliki kompetensi yang cukup dalam proses pembelajaran. Dukungan kompetensi guru yang memadai pada akhirnya akan meniadakan problematika pembelajaran yang bertumpu pada kurikulum dan garis besar program pengajaran. Kompetensi guru adalah titik sentral proses pembelajaran saat ini. Kompotensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan kegairahansiswa dalam belajar.
Sikap guru adalah indikator yang menjadikan guru pantas ditiru. Sekalipun sibuk mengurus sertifikasi atau kesejahteraan, guru harus memiliki sikap bangga dan patriotrik terhadap prefesi yang dipilihnya. Sikap guru yang terlalu biasa, kurang positif terhadap mata pelajaran tidak pantas terlihat pada diri siswa. Bangga mengajar mata pelajaran yang menjadi spesialisasinya adalah sikap guru yang utama. Sikap bangga inilah yang akan menjadikan guru lebih bergairah dalam mengajar sehingga dapat memberi nilai tambah, di samping proses pembelajarn menjadi menarik. Ketahuilah, sikap guru adalah keteladanan siswa terhadap mata pelajaran yang diikutinya.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Guru
www.ilmudaninfo.com