“Bila penghasilan
petani diperoleh selama satu tahun ada zakatnya, maka alangkah tidak logis bila
tidak ada kewajiban zakat bagi kalangan profesional seperti dokter yang
penghasilannya sebulan bisa melebihi penghasilan petani selama satu tahun”.
Memang kalau kita membuka
kitab-kitab klasik soal zakat mal, tidak ada pembahasan spesifik soal zakat
profesi. Pekerjaan para profesional yang bekerja di kantor-kantor, baik swasta
atau negeri, pabrik-pabrik dan lain-lainnya tidak terdapat dalam kitab-kitab
kuno.
Jadi, kalau kita merujuk
pada kitab-kitab klasik, memang tidak akan menemukan pendapatyang mengatur soal
zakat profesi ini. Ulama-ulama yang hidup pada puluhan abad silam, yang
menyusun kitab-kitab fiqih klasik itu, belum mengenal mekanisme bisnis seperti
sekarang ini. Mungkin saja lapangan pekerjaan waktu itu masih sebatas pekerjaan
kasar-kasar yang turun ke lapangan langsung, berdagang di pasar, pergi ke sawah
dan ladang.
Berbeda dengan kondisi
sekarang ini, dimana semuanya telah mengalami perkembangan yang luar biasa.
Demikian pula praktek bisnis yang sudah demikian canggihnya. Profesi dokter
yang hanya praktek beberapa jam saja dalam setiap hari, penghasilan sebulannya
bisa lebih tinggi dari petani yang menggarap sawah tiap hari dalam setahun. Pun
para eksekutif muda yang berpakaian rapi dan cukup duduk manis dalam mengelola
bisnisnya, bisa dipastikan lebih besar dari orang-orang yang hanya menandalkan
sawah ladang.
Melihat kenyataan di atas,
tidak adil tentunya jika para petani yang banting tulang seharian saja yang
dikenai zakat...sebagaimana diatur dan dijabarkan dalam Al Qur’an, hadits serta
kitab-kitab klasik...sementara mereka yang bekerja di perkantoran dengan
penhasilan melebihi dari pekerjaan petani tidak diwajibkan mengelaurkan
zakatnya.
Berdasarkan fenomena
inilah, para ulama berijtihad berdasarkan teks Al Qur’an yang ada, seraya
mengambil beberapa analogi [qiyas] soal hukum zakat profesi. Allah SWT
berfirman: “Ambilah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka...”(QS. At Taubah: 103). Dalam
ayat lainnya, Dia juga berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian darihasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Menilik teks tersebut
memang tidak disebutkan secara rinci tentang masalah profesi. Al Qur’an hanya
menyebut secara umum saja, yakni kata dalam teks “usahamu yang baik-baik”. Hal
ini berbeda sekali ihwal zakat mal lainnya yang memang terungkap secara
tekstual. Kendati demikian, bukan berarti zakat profesi lantas tidak ada
kewajiban zakatnya. Tidak. Penghasilan yang didapat seseorang dari profesi
terentu ...yang bila telah memenuhi syarat-syarat mengeluarkan zakat, maka
tetap harus mengeluarkan zakatnya.
Kenapa? Karena zakat
hakikatnya, hakikatnya, adalah pungutan kekayaan atas golongan yang memiliki
kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Memang wahyu
Al Qur’an turun berdasarkan konteks masyarakat masa itu, tetapi tetap relevan
sepanjang masa.
Menginat
prinsip-prinsip diwajibkannya zakat itu juga terdapat pada pekerjaan-pekerjaan
profesional, maka gaji pun dikenai wajib zakat. Ulama sepakat bahwa setiap
pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian
maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan halal
yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat), maka wajib dikenakan
zakatnya. Contohnya adalah pejabat, manajer, direktur, sekretaris, pegawai
negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, wartawan, seniman dasn
sebagainya.
Bahkan berdasarkan sebuah
hadits shahih riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah saw. Bersabda, “Keluarkanlah
olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian,” dan hadits dari Abu
Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah hanyalah dikeluarkan
dari kelebihan/kebutuhan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,
mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung
jawabmu.”(HR. Ahmad)
Tiga Pendapat Mengenai Zakat Profesi
Berdasarkan pendapat
banyak ulama, zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan
sekali, atau berapabulan sekali. Seorang yang mendapatkan penghasilan halal
mencapai nisab (85 gram emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5%, boleh dikeluarkan
setiap bulan atau di akhir tahun.
Namun ada tiga pendapat
terkait dengan masalah ini. Pendapat pertama, pengeluaran bruto, yaitu
mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai
nisab dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5% langsung saat menerima sebelum
dikurangi apa pun. Jadi kalau penghasilan yang diperoleh dalam sebulan mencapai
2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5% dari 2
juta tiap bulan = 50 ribu atau dibayar di akhir tahun = 600 ribu. Pendapat ini
dikiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dukeluarkan tanpa
dikurangi apa pun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dan dan rikaz.
Pendapat kedua, dikurangi operasional
kerja, yaitu setelah menerima penghasilan yang mencapai nisab, maka dipotong
dahulu dengan biaya operasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2
juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat
kerja sebanyak 500 ribu, sisanya 1,5 juta, maka zakatnya dikeluarkan 2,5% dari
1,5 juta = 37.500,-
Pendapat ketiga, pengeluaran bersih, yaitu
mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk
kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya
untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan
setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan
tetapi kalau tidak mencapai nisab tidak wajib zakat karena bukan lagi termasuk muzakki
(orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang wajib
menerima zakat) karena penghasilannya tidak cukup untuk memasok kebutuhan pokok
sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadits
riwayat Imam Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “...dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan
kebutuhan...”.
Menurut pendapat ini,
pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa
dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa
dikeluarkan karena biaya hidup seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang,
sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan
pokok. Juga ongkos-ongkos untuk melakukan pekerjaan tersebut, berdasarkan qiyas
hasil bumi bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru dikeluarkan
zakatnya.
Penghasilan yang Tidak Teratur
Terkadang banyak orang
yang mendapatkan penghasilan dari profesi mereka secara tidak teratur. Dokter bisa
setiap hari mendapatkan penghasilannya, advokat, kontarktor dan sebagainya
mendapatkan saat-saat tertentu, sebagian pekerja menerima upah setiap minggu,
dan kebanyakan pegawai menerima gaji mereka setiap bulan.
Ada dua kemunkinan,
menurut Yusuf Qardhawy, memberlakukan zakat bagi orang yang penghasilannya
tidak teratur. Pertama, memberlakukan nisab dalam setiap jumlah
pendapatan atau penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang
mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai
dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada para golongan
profesi, wajib dikenakan.
Sedangkan yang tidak
mencapai nisab, tidak terkena. Ini dapat membebaskan orang-orang yang mempunyai
gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan membatasi zakat hanya atas
pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih mendekati kesamaan
dan keadilan sosial.
Kedua, mengumpulkan gaji atau
penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam waktu tertentu. Ketentuan setahun
berlaku di sini. Karena faktanya pemerintahan mengatur gaji pegawainya
berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan karena kebutuhan
pegawai yang mendesak. Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang
pegawai dan golongan profesi dapat diambil dalam setahun penuh, jika pendapatan
bersih setahun itu mencapai nisab.
Kita tahu
bahwa zakat merupakan lambang pensyukuran nikmat, pembersihan jiwa, pembersihan
harta, dan pemberian hak Allah, yang di dalamnya ada hak untuk masyarakat, dan
hak untuk orang yang lemah. Ini menegaskan bahwa zakat wajib dipungut dari
hasil kerja apa pun yang halal yang telah memenuhi wajib zakat. (Majalah Hidayah Edisi
86/Oktober 2008)
0 komentar:
Post a Comment