Tes Paragraf

Friday, November 23, 2018

Humor Sufi: Mungkinkah Ayam yang Sudah Dimasak Dapat Bertelur?


Suatu saat, seorang pedagang melakukan perjalanan. Karena kelelahan, ia memutuskan untuk bermalam di sebuah penginapan. Tak berselang lama, pelayan hotel menyuguhkan ayam dan dua butir telur serta sepotong roti untuk santap malam. Keesokan harinya, pedagang itu bermaksud melanjutkan perjalanannya.
“Soal tagihanku, kita perhitungkan nanti saja setelah aku kembali,” kata pedagang itu. Tak terasa tiga bulan berlalu. Pedagang itu kembali bermalam di penginapan itu. Pelayan hotel kembali menyuguhkan ayam dan dua butir telur seperti sebelumnya. Ketika pedagang itu bangkit dan pergi, ia menemui pengelola hotel.
“Maaf Pak, sudah lama aku belum mebayar utang. Berapa jumlah utangku sekarang?” kata pedagang itu membuka percakapan.
“Wah, itu sudah lama sekali. Bayar saja aku dua ratus piesters (nilai mata uang yang cukup besar waktu itu), lalu kau boleh pergi,” jawab pemilik hotel.
Pedagang yang tahu betapa harganya uang sebesar itu menjawab, “Wahai Tuan, apakah engkau sudah gila? Apa maksud permintaanmu dua ratus piesters sebagai harga dari dua potong ayam dan empat telur?”
“Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa seharusnya sudah lama kau harus melunasinya. Jika aku terangkan secara rinci, maka akan jelas permasalahannya. Dan engkau tidak bisa mengelak karena engkau sudah datang sejak tiga bulan lalu ke penginapan ini.
“Ayam yang engkau makan tiga bulan lalu jika setiap hari bertelur pasti sudah mengeluarkan telur yang banyak sekali dan jika telur-telur itu diletakkan dibawahnya agar dierami, maka akan menetas beberapa ekor anak ayam, dan jika ayam-ayam itu besar pasti akan bertelur lagi.
“Dan jika semua itu dijumlahkan, maka aku akan mempunyai pasukan ayam dan jumlahnya pasti sudah ribuan piesters saja, dan pasti jumlah yang aku minta terlalu sedikit dibanding kerugian yang semestinya aku terima,” kata pengelola hotel.
Perang mulut di antara mereka terus berlanjut, sehingga pertengkaran ini berakhir di persidangan.
“Apakah engkau tak mampu membayar harga dua ekor ayam dan telurnya?” Tanya jaksa kepada pedagang.
“Karena harganya terlalu murah, aku berkata kepada pemilik penginapan untuk membayarnya nanti saja setelah aku kembali,” jawab sang pedagang.
“Bukankah dua ekor ayam dan empat butir telur dapat menelurkan ribuan telur lagi?”
“Sudah pasti.”

Baca: Tuan Hakim Yang Bodoh 
 
Lantas pedagang tersebut mengutarakan beberapa argumen, namun tidak diterima oleh jaksa. Ketika ia mengetahui bahwa hakim akan menjatuhkan sangsi kepadanya dengan membayar dua ratus piesters, hatinya mulai gusar, dan ia minta kepada hakim untuk menunda putusan. Jaksa pun menunda hasil putusan siding.
Di luar persidangan, pedagang tersebut berdiskusi dengan teman-temanya mengenai langkah apa yang bisa dilakukan dirinya agar mendapatkan putusan yang bijak. Beberapa orang menyarankan kepadanya untuk menemui dan menyampaikan perkaranya kepada Juha.
Akhirnya pedagang tersebut nenemui Juha dan menceritakan permasalahannya dengan rinci. Pedagang tersebut memberi kuasa kepadanya agar membelanya dalam persidangan.
Tapi saat hari persidangan tiba, Juha tidak menunjukkan batang hidungnya. Inilah yang membuat jaksa kesal karena harus menunggu Juha, dan akhirnya ia mengutus seseorang untuk menjemput Juha.
“Mengapa kamu tidak datang tepat waktu dan membiarkan kami menunggu terlalu lama? Kamu telah membuat peserta siding menunggu,” kata jaksa dengan nada marah kepada Juha tatkala Juha menginjakkan kakinya di tempat persidangan.
“Jangan marah Pak, ketika aku ingin datang ke pengadilan pada waktunya, teman yang aku minta untuk menanam gandum di ladang akan datang. Aku menemuinya dan memberikan sebungkus biji gandum yang sudah ditumbuk. Karena sepengetahuanku para petani menanam biji gandum namun aku tidak mendapat bagian dari hasil panennya.
“Oleh karena itulah aku menanam gandum yang sudah ditumbuk dengan harapan dapat menghasilkan panen yang banyak, aku memberikan dua bungkus biji gandum yang sudah ditumbuk. Itulah sebabnya kenapa aku bisa terlambat datang ke persidangan ini,” Juha menerangkan.
“Apakah kalian dengar bahwa biji gandum yang sudah ditumbuk dapat tumbuh kembali?” Tanya jaksa.
“Apakah ayam yang sudah dimasak dapat bertelur? Dan apakah telur itu dapat menetas lalu bekembang menjadi ayam yang besar? Dan apakah pantas menghukum pedagang atas dua ayam, dan empat telur yang dimakannya dengan bayaran sebesar dua ratus piesters?” Juha balik bertanya.
Mendengar penuturan Juha, jaksa tidak bisa berbuat apa-ap. Terpaksa, jaksa membatalkan putusannya dan melepaskan Juha serta memerintahkan pemilik penginapan untuk pulang.
Sumber: Hidayah Edisi 81 Mei 2008

0 komentar:

Post a Comment